Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh pada sel-sel di leher rahim. Umumnya, kanker serviks tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Gejala baru muncul saat kanker sudah mulai menyebar. Dalam banyak kasus, kanker serviks terkait dengan infeksi menular seksual.
Serviks adalah bagian bawah rahim yang terhubung ke vagina. Salah satu fungsi serviks adalah memproduksi lendir atau mukus. Lendir membantu menyalurkan sperma dari vagina ke rahim saat berhubungan seksual. Selain itu, serviks juga akan menutup saat kehamilan untuk menjaga janin tetap di rahim, dan akan melebar atau membuka saat proses persalinan berlangsung.
Kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang paling mematikan pada wanita, selain kanker payudara. Berdasarkan penelitian yang dirilis WHO pada tahun 2014, lebih dari 92 ribu kasus kematian pada wanita di Indonesia disebabkan oleh penyakit kanker. Dari jumlah tersebut, 10% terjadi karena kanker serviks. Sedangkan menurut data Kementerian Kesehatan RI, setidaknya terjadi 15000 kasus kanker serviks setiap tahunnya di Indonesia.
Jenis Kanker Serviks
Deteksi jenis kanker serviks yang diderita pasien akan membantu dokter dalam memberikan penanganan yang tepat. Jenis kanker serviks terbagi dua, yaitu:
- Karsinoma sel skuamosa (KSS). KSS adalah jenis kanker serviks yang paling sering terjadi. KSS bermula pada sel skuamosa, yaitu sel yang melapisi bagian luar leher rahim.
- Adenokarsinoma. Jenis kanker serviks ini bermula pada sel kelenjar pada saluran leher rahim.
Pada kasus yang jarang, kedua jenis kanker serviks di atas dapat terjadi secara bersamaan.
Stadium Kanker Serviks
Tahap atau stadium digunakan untuk menjelaskan tingkat penyebaran kanker. Semakin tinggi stadium kanker, maka semakin luas penyebarannya. Pada tahap awal, kanker serviks bisa dimulai dari adanya displasia serviks. Berikut ini adalah stadium kanker serviks berdasarkan penyebarannya:
Stadium 1
- Sel kanker tumbuh di permukaan leher rahim, tetapi belum menyebar ke luar rahim.
- Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum menyerang organ di sekitarnya.
- Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.
Stadium 2
- Kanker sudah menyebar ke rahim, namun belum menyebar hingga ke bagian bawah vagina atau dinding panggul.
- Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum menyerang organ di sekitarnya.
- Ukuran kanker bervariasi, bahkan bisa lebih dari 4 cm.
Stadium 3
- Kanker sudah menyebar ke bagian bawah vagina, serta menekan saluran kemih dan menyebabkan hidronefrosis.
- Terdapat kemungkinan kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, namun belum menyerang organ di sekitarnya.
Stadium 4
Penelitian mengungkapkan bahwa angka harapan hidup pada penderita kanker serviks tergantung stadium yang dialami. Meskipun demikian, angka harapan hidup hanya hitungan persentase penderita yang masih hidup, lima tahun setelah didiagnosis menderita kanker serviks.
Sebagai contoh, angka harapan hidup 80% berarti 80 dari 100 penderita bertahan hidup 5 tahun setelah terdiagnosis kanker serviks. Perlu diketahui, banyak penderita yang hidup lebih dari 5 tahun setelah didiagnosis kanker serviks. Berikut adalah angka harapan hidup pada penderita kanker serviks berdasarkan stadium yang dialami:
- Stadium 1 – 80-93%
- Stadium 2 – 58-63%
- Stadium 3 – 32-35%
- Stadium 4 – 15-1
Penyebab
Kanker serviks terjadi ketika sel-sel yang sehat mengalami perubahan atau mutasi genetik. Mutasi genetik ini mengubah sel yang normal menjadi abnormal, kemudian berkembang secara tidak terkendali dan membentuk sel kanker. Walau demikian, hingga saat ini belum diketahui apa yang menyebabkan perubahan pada gen tersebut.
Sel kanker yang tidak ditangani, akan menyebar ke jaringan di sekitarnya. Penyebaran terjadi melalui sistem limfatik, yaitu aliran getah bening yang berfungsi menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi. Bila sudah mencapai sistem limfatik, sel kanker dapat menyebar ke berbagai organ tubuh, misalnya tulang. Proses ini disebut dengan metastasis.
Meskipun belum diketahui apa penyebab pasti kanker serviks, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko kanker ini. Faktor utamanya adalah kelompok virus yang disebut HPV (human papilloma virus) yang menginfeksi leher rahim. Selain daerah kelamin, HPV juga dapat menginfeksi kulit dan membran mukosa di anus, mulut, serta tenggorokan.
HPV pada serviks menular melalui hubungan seksual dan penularan ini semakin berisiko bila memiliki lebih dari satu partner seksual, hubungan seks pada usia dini, individu dengan kekebalan tubuh lemah (misalnya pada pasien HIV/AIDS), serta penderita infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, dan sifilis.
Pengobatan
Pengobatan terhadap kanker serviks meliputi bedah, kemoterapi, radioterapi, atau kombinasi ketiganya. Metode yang dipilih tergantung kepada beberapa faktor, yaitu stadium kanker, jenis kanker, serta kondisi kesehatan pasien. Sejumlah pengobatan yang dapat dilakukan pada kanker serviks meliputi:
Bedah
Beberapa metode bedah dapat menangani kanker serviks, terutama pada stadium awal. Di antaranya adalah:
Bedah laser. Bedah laser bertujuan menghancurkan sel kanker dengan menembakkan sinar laser melalui vagina.
Cryosurgery. Cyrosurgery menggunakan nitrogen cair untuk membekukan dan menghancurkan sel kanker.
Konisasi atau biopsi kerucut. Prosedur ini bertujuan mengangkat sel kanker menggunakan pisau bedah, laser, atau kawat tipis yang dialiri listrik (LEEP). Metode konisasi yang dipilih tergantung pada lokasi dan jenis kanker.
Histerektomi. Histerektomi adalah bedah untuk mengangkat rahim (uterus) dan leher rahim (serviks). Pengangkatan sel kanker dapat dilakukan melalui sayatan di perut (abdominal hysterectomy), atau dengan laparoskopi (laparoscopic hysterectomy). Selain dua metode tersebut, kanker juga bisa diangkat melalui vagina (vaginal hysterectomy).
Kemoterapi
Kemoterapi adalah metode pengobatan dengan memberikan pasien obat antikanker dalam bentuk obat minum atau suntik. Obat ini dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, kemoterapi sangat berguna dalam membunuh sel kanker berbagai area tubuh.
Umumnya, kemoterapi dikombinasikan dengan radioterapi secara bersamaan untuk meningkatkan efektivitas radioterapi. Metode ini disebut juga dengan kemoradiasi. Contoh obat yang digunakan dalam kemoradiasi adalah cisplatin (diberikan 4 jam sebelum pasien menjalani radioterapi) atau cisplatin dengan 5-fluorouracil (diberikan tiap 4 minggu selama pasien menjalani radioterapi).
Kemoterapi juga digunakan untuk menangani kanker yang telah menyebar ke organ dan jaringan lain. Beberapa obat kemoterapi yang digunakan dalam kondisi ini, antara lain adalah carboplatin, cisplatin, gemcitabine, atau paclitaxel.
Selain dikombinasikan dengan radioterapi, kemoterapi juga dapat diberikan sebagai pengobatan tunggal pada kanker serviks stadium lanjut. Tujuannya adalah untuk memperlambat penyebaran sel kanker dan meredakan gejala yang dialami. Metode ini disebut juga kemoterapi paliatif.
Meskipun ampuh dalam membunuh sel kanker, kemoterapi juga dapat merusak sel tubuh yang sehat. Oleh karena itu, sejumlah efek samping muncul akibat penggunaan obat kemoterapi. Efek samping yang muncul tergantung kepada jenis dan dosis obat yang digunakan, serta lama pengobatan yang dijalani. Efek samping yang paling sering timbul pada pasien yang menjalani kemoterapi adalah rambut rontok. Walaupun demikian, tidak semua obat kemoterapi menyebabkan kerontokan rambut, contohnya cisplatin.
Obat kemoterapi dapat merusak sel penghasil darah di tulang sumsum. Kondisi ini akan menyebabkan tubuh kekurangan sel darah, sehingga pasien rentan mengalami infeksi, memar dan perdarahan, serta sesak napas.
Beberapa efek samping lain yang dapat muncul akibat kemoterapi adalah:
- Diare
- Kehilangan nafsu makan
- Mual muntah
- Sariawan
- Lemas
Perlu diketahui bahwa obat kemoterapi dapat merusak ginjal. Oleh karena itu, penting bagi pasien yang menjalani kemoterapi untuk rutin melakukan tes darah, agar kondisi ginjal selalu terpantau.